Oleh: Mira Miranti
Jauh dari pengamatan kita ternyata ada 104 negara
didunia ini yang mempunyai undang undang yang mencegah perempuan bekerja di
pekerjaan tertentu. Bahkan ada 18 negara mempunyai aturan yang memungkinkan
suami mencegah istrinya untuk bekerja (World Bank, Women, Business And The
Law,2018).
Secara global ada 2,7 miliar perempuan yang secara
hukum dilarang memiliki pekerjaan yang sama dengan laki-laki. Kalaupun bekerja
perempuan hanya dibayar lebih rendah dari laki-laki. Perempuan hanya menerima gaji 77% dari apa yang diterima oleh laki-laki (UN
Wowen Torning Promises into action: gender Equality in the 2080 Agenda for
Sustainable Development (2018)).
Di Indonesia jika dirata-ratakan dari 100 orang
perempuan yang masuk usia produktif, hanya
sekitar 51-52 perempuan yang mencapai angkatan kerja. Bandingkan dengan
laki laki yang mencapai sekitar 83 orang angkatan kerja (Catatan Najwa Sihab).
Itu adalah salah satu fakta dari sekian banyak
diskriminasi yang dirasakan oleh kaum perempuan. Belum lagi ditambah kasus
pelecehan dan penganiyaan yang beritanya tak sedikit kita dengar dan lihat di
televisi.
Hal tersebut yang memaksa kita untuk membuka mata
dan menyuarakan hak-hak perempuan yang masih dirampas baik oleh kebijakan,
pemangku kebijakan maupun lingkungan. Sekalipun patriarki yang kebanyakan
dilakukan oleh kaum laki-laki, semestinya laki-laki apalagi perempuan jangan
bungkam atas masalah tersebut.
Bukannya dulu, ketika masa jahiliyah, perempuan
dianggap hina, tidak berguna bahkan baru saja akan menyapa dunia, mereka
dibunuh. Siapa yang membebaskan perempuan dan menyuarakan hak-haknya pada saat
itu? Ya, Baginda Nabi Muhammad SAW,
beliau laki-laki, namun sangat peduli akan hak-hak yang harus diberikan kepada
perempuan. Sejak saat itu semuanya berubah, dan perubahan yang sangat signifikan
itu kian dirasakan oleh kaum perempuan pada saat itu. Semua perempuan
dimuliakan, mendapatkan hak-haknya, baik dalam lingkungan sosial, politik dan
sebagainya. Bahkan bisa sejajar degan kaum laki-laki.
Mengapa diskriminasi dan sikap memarginalkan
perempuan timbul dalam hal masalah Gender? Kita tahu bahwa Allah SWT
menciptakan laki-laki dan perempuan, dan Allah lah yang telah menetapkan fitrahnya
masing-masing. Yang harus kita pahami, gender itu bukan hanya perbedaan yang
berhubungan dengan biologisnya saja. Namun gender dipahami lebih kepada peran
dan posisi laki-laki dan perempuan dalam lingkungan sosial. Di dalam kehidupan sosial, politik, dan
budaya juga sering menghasilkan pandangan bahwa perempuan adalah warga negara
kelas dua sehingga dalam banyak hal, perempuan tidak dilibatkan di dalam
persoalan ekonomi, politik, dan budaya. Konstruksi sosial tersebut telah memicu
lahirnya gerakan kesetaraan gender sebagai akibat dari adanya perbedaan
gender, ketidaksetaraan gender , dan penindasan gender.
Gerakan itu dikenal sebagai Feminis atau feminisme yaitu
paham keperempuanan yang ingin mengusung isu-isu gender berkaitan dengan nasib
perempuan yang belum mendapatkan perlakuan secara adil di berbagai sektor
kehidupan, baik itu sektor domestik, politik, sosial, pendidikan maupun
ekonomi.
Islam sangat memuliakan seorang perempuan. Tidaklah
berlebihan jika dalam Islam mendukung adanya feminisme tersebut. Memperjuangkan
dan mendapatkan keadilan merupakan hak bagi setiap orang. Apalagi dalam Islam nilai
keadilan sangat dijunjung tinggi. juga
menentang ketidakadilan bagi siapapun, bukan hanya terhadap perempuan melainkan
terhadap laki laki sendiri pun.
Feminisme
dalam pandangan islam memegang prinsip bahwa: Pertama, laki-laki dan perempuan sama-sama
sebagai hamba Allah (QS. al-Dzariyat:56, QS. al-Hujurat:13, QS. al-Nahl: 97). Kedua,
laki-laki dan perempuan sama-sama sebagai khalifah Allah dimuka bumi, (QS.
al-An’am: 165). Ketiga, laki-laki dan perempuan sama-sama menerima
perjanjian dengan Tuhan (QS. al-A’raf: 172). Keempat, Adam dan Hawa sama-
sama terlibat dalam setting drama awal mula kehidupan manusia di muka bumi (QS.
al- Baqarah: 35,187, QS. al-A’raf: 20, 22,23). Kelima, laki-laki dan
perempuan sama-sama berpotensi meraih prestasi (QS. Ali Imran: 195, QS.
al-Nisa’ : 124, QS. Ghafir : 40) (Suryorini, 2012) .
Adanya perbedaan antara laki-aki dan
perempuan seharusnya menjadi suatu yang bisa saling melengkapi dan mendukung
satu sama lain. Ketika fitrah perempuan alam segi fisik memang tidak sekuat
laki-laki, namun harus kita ketahui bahwa perempuan itu multiperan. Diamana
perempuan mampu bekerja pada kapan saja dan dimana saja. Jadi ibu rumah tangga,
menjadi staff di sekolah atau kerja di kantoran sekali pun. Dalam hal ini bukan
perempuan ingin disamaratakan, namun dukungan lah yang perempuan harapakan,
bukan untuk menyesuaikan dengan tuntutan zaman, namun perlunya mengembangkan
potensi di era yang serba digitalisasi ini.
Dalam dunia barat, Feminisme memandang bahwa
perempuan itu lawan dari laki-laki. Sedangkan dalam islam sendiri feminisme itu
memandang bahwa kedudukan seorang perempuan sebagai kawan bagi laki-laki dalam
menghadapi tantangan zaman yang akan datang. Maka dalam hal itu tidaklah
berlebihan jika islam mendukung feminism karena dalam islam.
Sumber:
Muqoyyidin, A. W.
(2013). Wacana Kesetaraan Gender:Pemikiran Islam Kontemporer
Tentang Gerakan
Feminisme Islam. jurnal Al Ulum , 491-512.
Suryorini, A. (2012).
Menelaah Feminisme Dalam Islam. Sawwa , 21-37.
0 Komentar