Oleh: Abdul Wahab
Tidak
banyak yang tahu kalau Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sudah menyiapkan
Undang-undang Dasar (UUD) Negara Khilafah, mereka sudah memutuskan bentuk negara,
sistem pemerintahan, perangkat dan aparat negara dan pemerintahan yang jelas-jelas
bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.UUD
Negara Khilafah versi Hizbut Tahrir sudah diresmikan oleh Hizbut Tahrir
Internasional, sebagai pusat partai politik internasional ini.
Tulisan
ini akan mengulas dan membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir bersumber
dari kitab-kitab utama mereka yang disebut “mutabanni” (kitab adopsian).
Namun
sebelumnya saya ingin mengapresiasi siapa pun yang telah ikut menyebarkan
tulisan saya sebelum ini “Membungkam Jubir Hizbut Tahrir, HTI di Pengadilan”
baik menyebarkan melalui website, WA, facebook, twitter, instagram dll nya.
Semoga usaha kita ini dicatat oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah Swt sebagai bentuk
kecintaan kita pada Ibu Pertiwi, Indonesia yang kini dirongrong oleh sebuah
partai politik internasional yang ingin mengubah Republik Indonesia menjadi
Negara Khilafah.
Saya
pun berharap bagi semua warga negara Indonesia khususnya kaum Muslimin yang terpanggil
“hubbul wathan minal iman” (mencintai tanah air adalah bagian dari iman
Islam), ikut menyebarkan tulisan saya ini dan tulisan-tulisan saya berikutnya.
Terima
kasih! Jazakumullah!
Dalam
membongkar UUD Negara Khilafah Hizbut Tahrir saya berdasarkan 3 buku utama
mereka dan 1 buku Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia.
3
buku utama mereka adalah:
1. Buku
Nidzamul Islam, karya pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani, yang
merupakan buku sentran ideologi dan gerakan Hizbut Tahrir, karena buku-buku
selanjutnya Hizbut Tahrir hanyalah penjelasan atas buku ini (tidak ada
penambahan, apalagi koreksi! Karya-karya Taqiyudin bagi Hizbut Tahrir bersifat
mutlak, tidak boleh seorang pun di kemudian hari menambahkan, apalagi
mengoreksi, meskipun itu Amir/Pemimpin Tertinggi Pengganti Taqiyudin. Misalnya
Abdul Qadim Zallum, Pengganti setelah Taqiyudin menulis kitab yang merupakan
penjabaran atas buku “Nidzamul Islam” Taqiyudin diberi judul “Nidzamul Hukmi
fil Islam”, sementara Atha Abu Ar-Rasytah pengganti Abdul Qadim Zallum di
eranya menjabarkan “UUD Negara Khilafah” yang sudah ditulis oleh Taqiyudin
dalam “Nidzamul Islam” dengan menerbitkan sebuah buku “Ajhizatu Dawlah
Al-Khilafah” yang merupakan “blueprint” Bentuk dan Sistem pemerintahan dan Administrasi Negara Khilafah versi Hizbut
Tahrir.
2. Buku
“Ajhizatu Dawlah Al-Khilafah” yang sudah disinggung di atas, yang ditulis
dan diterbitkan pada era Amir Ketiga Hizbut Tahrir Internasional, Atha Abu
Ar-Rasytah pada tahun 2005, tapi sebenarnya merujuk dan menjabarkan pada UUD
Negara Khilafah Hizbut Tahrir yang sudah ditulis Taqiyudin pada tahun 1953.
3. Buku
“Ta’rif Hizbut Tahrir” , buku tentang, statuta, definisi Hizbut Tahrir yang
resmi dikeluarkan oleh *Hizbut Tahrir Internasional, yang ditetapkan 15 Jumadal
Ula 1431 H/29 Naisan (April) 2010* dan termasuk dalam daftar buku-buku utama
(mutabanni) Hizbut Tahrir.
4. Manifesto
Hizbut Tahrir Indonesia tahun 2009, penggunaan istilah Manufesto oleh
Hizbut Tahrir ini menarik, mengingatkan kita pada Manifesto Komunis yang ditulis
oleh Karl Marx dan Friedrich Engels (1848). Saya sebagai saksi fakta yang
dihadirkan di Pengadilan 8 Maret 2018 sebenarnya ingin menyinggung hal ini,
tapi karena saya tidak boleh berpendapat, saya hanya boleh bersaksi atas apa
yang saya lihat, dengar, ketahui dan alami, kalau pendapat merupakan wewenang
saksi ahli, namun dalam kesempatan ini izinkan saya memfokuskan bahwa Hizbut
Tahrir memiliki persamaan yang jelas dengan bentuk, struktur dan jaringan
Komunis Internasional yang biasa disingkat Komintern.
Penggunaan
kata Manifesto adalah bukti yang utama, Manifesto Hizbut Tahrir Indonesia
dan Manifesto Komunis, seperti halnya Komunisme Internasional, Hizbut Tahrir
adalah partai politik internasional, sama-sama memperjuangkan satu asas,
satu bentuk negara, dan tunduk pada kepemimpinan internasional.
Namun
soal kesamaan Hizbut Tahrir dengan Komunisme Internasional saya akan ulas di
tulisan yang berbeda, dalam tulisan ini saya mau fokus pada masalah membongkar
UUD
Negara
Khilafah Hizbut Tahrir
Sebelum
saya mengulas UUD dan Bentuk Negara Khilafah Hizbut Tahrir, saya mengajak anda
untuk mengingat kembali apa itu Hizbut Tahrir dan apa tujuannya.Hizbut Tahrir
adalah partai politik yang ideologinya adalah Islam. Politik aktivitasnya,
Islam ideologinya, dan ia beraktivitas di antara umat dan bersamanya untuk
menjadikan Islam sebagai topik utama, serta memimpin ummat untuk mengembalikan
Khilafah dan hukum yang diturunkan oleh Allah*.
Hizbut
Tahrir adalah organisasi politik, bukan organisasi spiritual (seperti tarekat),
bukan organisasi ilmiah/akademik (srt lembaga riset), bukan organisasi
pengajaran (sprt madrasah, universitas, sekolah), bukan organisasi sosial
kemasyarakatan (yg melayani sosial, ekonomi, pendidikan dan kemaslahatan
masyarakat).
(Ini
halaman 4 dari buku Ta’rif (Definisi Hizbut Tahriri) yang dikeluarkan resmi
oleh Hizbut Tahrir internasional, 29 Naisan (April) 2010.)
Intinya:
Hizbut Tahrir adalah PARTAI POLITIK Internasional, bukan Ormas, bukan
lembaga pendidikan, bukan lembaga spiritual keagamaan, dst dan tujuannya:
MENDIRIKAN NEGARA KHILAFAH
UUD
Negara Khilafah Hizbut Tahrir Bertentangan dan Menolak UUD 1945!
UUD
Negara Khilafah dan Bentuk Negara Khilafah sudah diputuskan dan ditulis oleh
Pendiri Hizbut Tahrir, Taqiyudin An-Nabhani sejak tahun 1953 dalam buku yang ia
tulis “Nidzamul Islam” diterjemahkan dalam bahasa Indonesia “Peraturan Hidup
dalam Islam”.
UUD
Negara Khilafah dalam buku ini berisi 191 Pasal, yang tujuannya membangun
sebuah negara agama yang mutlak dikendalikan oleh seorang pemimpin tertinggi
dengan kewenangan yang absolut yang disebut Khalifah. Dalam UUD ini tidak ada
pembagian kewenangan eksekutif, yudikatif dan legislatif, karena kewenangan ini
semuanya ada di tangan Khalifah, dia tidak punya masa jabatan, punya hak
melegislasi UU, mengangkat hakim-hakim peradilan.
Pasal
1 disebutkan: “Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut
institusi negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara,
harus dibangun berdasarkan akidah Islam.”
Pasal
2 membagi dua jenis negara menjadi 2 saja: Negara Islam dan Negara Kafir, dan
buku Ta’rif Hizbut Tahrir disebutkan: tidak ada satu pun negara di dunia saat
ini yang bisa disebut Negara Islam, semuanya Negara Kafir meskipun penduduknya
mayoritas muslim, karena menjalankan Hukum Kafir (termasuk Indonesia) ini di
halaman: 14 dan 95.
Pasal
3, menyebutkan Khalifah, sebagai pemimpin tertinggi juga punya kewenangan
legislasi mutlak: “Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang
dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang- undang negara. Undang-undang
dasar dan undang-undang yang telah disahkan oleh Khalifah menjadi hukum syara’
yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati
oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun batin.”—Dari perseptif UUD
negara Indonesia, Khalifah ini menjadi Presiden sekaligus menjadi DPR yang
punya hak membuat dan mengesahkan UU.
Pasal
7, Syariat Islam berlaku baik untuk muslim dan non muslim: “Negara
memberlakukan syariah Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan
(Khilafah) Islam, baik Muslim maupun non-Muslim”
Pasal
8 menegaskan Bahasa Arab adalah bahasa resmi Negara Khilafah Hizbut
Tahrir—meski banyak sekali elit-elit Hizbut Tahrir di Indonesia—apalagi
pengikutnya—yang tidak bisa bahasa Arab. “Pasal 8 Bahasa Arab merupakan
satu-satunya bahasa Islam, dan satu-satunya bahasa resmi yang digunakan
negara.”
Pasal
11 tugas pokok negara adalah dakwah Islam, bukan “untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial” seperti
dalam Pembukaan UUD 1945, kalau Negara Khilafah tegak, maka ormas keagamaan
kemasyarakat seperti NU, Muhammadiyah, Persis dll akan bubar karena tugasnya
dakwah Islam sudah diambil Negara Khilafah. “Pasal 11: Mengemban da’wah Islam
adalah tugas pokok negara.”
Kekuasan
pemerintahan hanya diperuntukkan untuk kalangan laki-laki saja: “Pasal 19:
Tidak dibenarkan seorang pun berkuasa atau menduduki jabatan apa saja yang berkaitan
dengan kekuasaan, kecuali orang itu laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil,
memiliki kemampuan dan beragama Islam.”
Meskipun
partai politik diperbolehkan didirikan di Negara Khilafah tapi mutlak harus
berdasarkan Islam, dan segala jenis perkumpulan yang tidak berdasarkan Islam
dilarang secara mutlkak. “Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak
berasaskan Islam.” (Pasal 21).
Dalam
Struktur Negara ditetapkan hanya 13 (tidak boleh ditambah atau dikurangi karena
ini sudah keputusan mutlak Taqiyudin An-Nabhani) dan TIDAK ADA PENDIDIKAN dan
lembaga Peradilan (Yudikatif) di bawah kekuasaan Khalifah:
Pasal
23
Struktur
negara terdiri atas tiga belas bagian:
a.
Khalifah
b.
Mu’awin Tafwidl
c.
Mu’awin Tanfidz d. Al-Wulat
e.
Amirul Jihad
f.
Keamanan Dalam Negeri
g.
Urusan Luar Negeri
h.
Perindustrian
i.
Al-Qadla
j.
Kemaslahatan Umat
k.
Baitul Mal
l.
Penerangan
m.
Majlis Umat (Musyawarah dan Muhasabah).”
Jadi
anda akan membayangkan Khalifah dalam Negara Khilafah ini adalah Presiden
sekaligus Ketua MPR dan DPR, Ketua MA,
Ketua MK, Ketua KPK, dan semua kewenangan yang terpusat pada satu orang:
Khalifah!
Pasal
26, hak memilih Khalifah hanya milik muslim saja, NON-MUSLIM TIDAK PUNYA HAK
MEMILIH, apalagi dipilih.
Setelah
Khalifah diba’at dan dianggap sah, maka kaum muslim yang lain dipaksa untuk
berbai’at. “Setiap orang yang menolak dan memecahbelah persatuan kaum Muslim,
dipaksa untuk berbaiat.” (Pasal 27).
Pasal
36 menegaskan wewenang Khalifah baik sebagai Eksekutif, Legislatif dan
Yudikatif, sekaligus sebagai Panglima Tertinggi Militer yang memiliki kekuasaan
absolut, mutlak, dan setralistik.
“Pasal
36 Khalifah memiliki wewenang sebagai berikut:
a.
Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ yang diperlukan untuk memelihara
urusan-urusan umat, yang digali dengan ijtihad yang sahih dari kitabullah dan
sunah rasul-Nya, sehingga menjadi perundang-undangan yang wajib ditaati dan
tidak boleh dilanggar.
b.
Dialah yang bertanggung jawab terhadap politik negara, baik dalam maupun luar
negeri. Dialah yang memegang kepemimpinan militer. Dia berhak mengumumkan
perang, mengikat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh perjanjian
lainnya.
c.
Dialah yang berhak menerima atau menolak duta-duta negara asing. Dia juga yang
berhak menentukan dan memberhentikan duta kaum Muslim.
d.
Dialah yang menentukan dan memberhentikan para Mu’awin dan para Wali, dan
mereka semua bertanggung jawab kepada Khalifah sebagaimana mereka juga
bertanggung jawab kepada Majelis Umat.
e.
Dialah yang menentukan dan memberhentikan Qadli Qudlat (Hakim Agung)
f.
Dialah yang menentukan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan anggaran
pendapatan dan belanja negara. Dia pula yang menentukan rincian nilai APBN,
pemasukan maupun pengeluarannya.”
Masa
jabatan Khalifah tidak terbatas, hal ini ditegaskan dalam Pasal 39 *Tidak ada batas waktu bagi jabatan Khalifah.
Selama mampu mempertahankan dan melaksanakan hukum syara’, serta mampu
menjalankan tugas-tugas negara, ia tetap menjabat sebagai Khalifah”*
Demikian
ulasan tentang UUD Negara Khilafah yang telah ditetapkan oleh Hizbut Tahrir
Internasional sejak tahun 1953, apabila anda tertarik untuk membaca lebih
lanjut silakan unduh buku
Dari bacaan di atas maka UUD Negara Khilafah
tidak lebih sebagai:
1.
Negara Agama, Negara Islam yang bersifat mutlak, tidak boleh ada partai dan
perkumpulan apapun yang berdasarkan selain Islam
2.
Khalifah memiliki wewenang yang absolut, mutlak dan sentralistik, kalau kita
bandingkan pada sistem pemerintahan saat ini, seorang Khalifah itu sebagai
Presiden, MPR dan DPR, MA, MK, KPK dll semua kekuasaan dan kewenangan berpusat
pada dirinya, ditambah lagi tidak ada masa jabatan bagi seorang Khalifah.
Untuk
ulasan lain terkait Bentuk Negara dan Sistem Pemerintahan, serta Manifesto
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) akan saya ulas dalam tulisan berikutnya.
0 Komentar